Kelemahan Kaum Imam - Terbiasa Dengan Hadirat Tuhan
Sebagai
seorang imam yang sering membawa korban kepada Tuhan, dan terus dibawa masuk
dalam hadirat Tuhan, pada akhirnya hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan. Tidak
ada lagi hasrat dan gelora saat berada di hadirat-Nya. Kita menganggap hadirat
Tuhan itu sesuatu yang biasa sehingga rasa hormat kita kepada hadirat Tuhanpun
hilang.
2 Samuel 6:6-7
Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan Nakhon, maka Uza
mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, lalu memegangnya, karena
lembu-lembu itu tergelincir. Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu
Allah membunuh dia di sana karena keteledorannya itu; ia mati di sana dekat
tabut Allah itu.
Ketika
kita membaca seluruh perikop ini, kita mungkin berpikir bahwa apa yang
dilakukan Uza adalah benar. Ia mau menyelamatkan tabut yang akan tergelincir.
Bukankah itu baik? Ya. Namun jika kita telusuri lebih dalam; apa yang
dilakukannya jelas salah. Kenapa salah?
Saat
tabut itu telah dikembalikan ke Israel oleh orang Filistin yang telah
merampasnya, mereka menaruhnya di rumah Abinadab yang merupakan ayah dari Uza.
Selama kurang lebih dua puluh tahun Uza melihat dan berhadapan dengan tabut.
Hal ini membuat ia menjadi biasa dengan tabut tersebut. Ia menganggap tabut
tersebut hanya benda biasa. Hal ini yang membuat ia kurang hormat dengan
hadirat Tuhan yang ada di tabut tersebut. Sebab sebagai seorang imam ia
seharusnya tahu bahwa tabut tersebut tidak boleh diangkat dengan menggunakan
lembu, melainkan harus digotong oleh para imam. Keterbiasaan itu membuat ia
kehilangan hormat dan mengabaikan cara-cara Tuhan, sehingga saat lembu itu tergelincir
dan Uza berusaha untuk menyelamatkan tabut tersebut, maka murka Tuhanpun
datang.
Saat
Harun membuat lembu emas ia berkata bahwa itu adalah allah, ia secara tidak
langsung sendang merusak citra diri Allah dan merendahkan kemuliaan Tuhan. Ia
sedang merendahkan Allah dan menganggap hadirat dan penyertaan Tuhan pada
bangsa Israel hanyalah perkara yang sepele. Ketika kita sedang mengecilkan
hadirat dan kekudusan Tuhan, maka kita sudah keluar dari apa yang Tuhan mau,
yakni menjadi seorang imam yang berkenan.
Kita
harus memelihara rasa hormat dan kekaguman kita terhadap hadirat Tuhan dengan
cara terus membina pergaulan yang intim dengan-Nya. Sebab, ketika kita berada
dalam hadirat Tuhan, kita akan benar-benar bertemu dengan pribadi-Nya. Dan
pribadi-Nya tersebut akan mengubahkan diri kita.
Semua
jerat yang sudah dibahas kiranya membuat kita sadar dan berhati-hati serta
meminta anugerah dari Tuhan untuk tetap sejalan dengan kehendak-nya. Kunci
untuk tetap memiliki hati yang benar dan bagaimana menjadi imam yang berjalan
dalam kebenaran adalah apa yang tertulis dalam Galatia 2:20 " namun aku hidup tetapi bukan aku lagi yang
hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi
sekarang di dalam daging adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah
mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku.”
Disalin dari Buku: "Jalan Keimaman" by Ev. Daniel Krestianto
0 komentar: