Ibadah Minggu IFGF Palembang, 25 September 2016
IBADAH MINGGU IFGF PALEMBANG
25 SEPTEMBER 2016
By: Ps. Christianus Pramono
Banyak yang berkata Ayub itu tahan banting, tahan uji, dan setia hingga akhir. Tapi ada sesuatu yang lain yang akan kita pelajari hari ini.
Ayub 1:1-3
1: Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.
2: Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.
3: Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
1: Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.
2: Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.
3: Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
Ketika kita baca Ayat ini, Ayub adalah orang yang benar, takut akan Tuhan, saleh, menjauhi kejahatan. Ini semua ditulis dari sisi penulis.
Ayub 1:8
8: Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."
Dari sisi Tuhan, Dia berkata Ayub memang adalah orang yang setia, ajaib, blameless (tidak bercacat). Tapi ada apa yang menyebabkan Ayub mengalami hal-hal tersebut? Dia tidak melakukan sesuatu apapun tanpa alasan. Ayub orang yang mengerti perhitungan Tuhan, dia tahu mempersembahkan korban untuk anak-anaknya yang sering berpesta yang siapa tahu melakukan kesalahan / dosa, tapi bisa kita lihat Ayub tidak mempersembahkan korban kepada Tuhan untuk dirinya sendiri, tapi hanya untuk anak-anaknya, artinya secara perhitungan, Ayub itu benar lakunya di hadapan Tuhan, manusia, dan setan.
Lalu Ayub mendapat pukulan pertama yaitu anak-anaknya mati dan semua hartanya habis dalam sehari. Ketika dia mengalami itu, apa yang jadi reaksi Ayub?
Ayub 1:21-22
21: katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"
22: Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.
Ini reaksi yang sangat ajaib, karena dia sudah mengalami "kesialan" yang sedemikian rupa, tapi reaksinya seperti itu. Kalau engkau mengerti yang namanya hubungan, engkau tidak akan berteriak seperti Ayub. Kalau kita punya hubungan tentang Tuhan, kita tidak menjerit kepada Tuhan, tapi dia menjerit di hadapan orang. Ada di titik tertentu, Tuhan hanya minta kejujuran kita kepadaNya. Karena terlalu ajaibnya Ayub, dia memprogram dirinya sehingga dia bisa tetap benar dan tidak berdosa. Tapi Tuhan sebenarnya bukan mengingini reaksi yang seperti ini. Kita mengenal dan mengerti hukum-hukum Tuhan itu sangat penting, tapi lebih dalam dari itu, kita punya hubungan yang dalam dengan Tuhan. Kita tidak cukup punya good job, benar di hadapan Tuhan manusia dan setan, tapi Tuhan mau kita yang punya hubungan dengan Tuhan.
Hubungan Daud dengan Tuhan, kita bisa lihat dia menjerit dan jujur di hadapan Tuhan, berbeda dengan Ayub yang berteriak bukan kepada Tuhan, sekalipun jeritannya itu tidak membuat dia berdosa atau bercela sedikitpun. Kita seringkali menangkap semuanya dengan jiwa kita, tapi tidak dengan roh kita. Ayub pernah punya hubungan dengan Tuhan, karena di pasal selanjutnya dia berkata kalau dia pernah bergaul karib dengan Tuhan. Pertemuan kita dengan Tuhan itu membuat kecerdasan kita naik, bisa membuat kita selaras sedemikian rupa dan tidak membuat kita tersiksa ketika kita melakukan apa yang Tuhan suka. Cinta tidak mengenal pengorbanan, karena apapun yang dilakukan dengan cinta, orang itu tidak merasakan melakukan pengorbanan. Bapa pun tidak dikatakan mengorbankan, tapi mengaruniakan AnakNya yang tunggal.
Ketika kita mendengar Firman Tuhan dan menangkap dengan cara yang salah, itu bisa membuat seperti rumus di jiwa kita, dan itu membuat roh kita mengalami kekeringan. Seperti Ayub, dia punya rumusnya, yaitu ketika mengalami yang tidak enak, tetap buat diri jangan bercela, tidak boleh salah ngomong, tetap harus memuji Tuhan, dll. Memang benar seperti itu, tapi kita tidak bisa memperlakukan pribadi Tuhan seperti itu.
Lalu pukulan kedua itu penyakit yang dialami Ayub, penyakit "luar dalam", tidak hanya di kulit, tapi sampai ke tulang, dll. Ketika istrinya berkata kepada Ayub untuk mengutuki Tuhan, apa respon Ayub?
Ayub 2:10
10: Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila!
Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima
yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
Kalau kita lihat ayat ini, sebenarnya terjadi penurunan standar.
Ayub 1:22
22: Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.
22: Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.
Pada pasal 1 ayat terakhir dikatakan Ayub tidak melakukan dosa sama sekali, tapi di Ayub pasal 2 dikatakan tidak berdosa dengan bibirnya, tapi kita tidak tahu pikirannya dan hatinya bagaimana. Ketika Ayub membawa rumusnya kepada Tuhan, dan masih terjadi hal yang lainnya, dia mengalami kebingungan karena ketika mengalami yang tidak enak, rumus dalam hidupnya yaitu harus berkata yang baik, tapi justru dia masih tetap mengalami yang tidak enak, artinya rumus dalam hidupnya itu tidak berlaku, dan di situlah hati dan pikirannya mulai gentar.
Ayub adalah orang yang menggunakan rumus, dia memegang peraturan Tuhan, tapi tidak memegang pribadi Tuhan. Lalu pukulan ketiga itu ketika teman-temannya yang punya model pemikiran dan rumus yang sama, seolah-olah Ayub menghadapi dirinya sendiri hanya saat itu dia menghadapi lebih dari satu orang. Rumusnya ketika mengalami yang tidak enak, pasti ada salah. Namun apa kata Ayub? Dia berkata dia tidak melakukan kesalahan, seolah-olah dia tidak bisa dibentuk dan membenarkan dirinya sendiri. Tapi di pasal terakhir justru perkataan Ayub yang mengerikan berpuluh-puluh pasal, dikatakan Tuhan sebagai perkataan yang benar. Ayub ketika diserang dengan perkataan teman-temannya, yang mereka tahu pasti Ayub melakukan kesalahan sehingga dia mengalami hal seperti itu. Pola pikir seperti ini yang mau Tuhan ubah, karena Tuhan memperlakukan semua itu kepada Ayub ada maksudnya, Dia mau mengubah pola pikir kita yang berdasarkan pada hukum, kita tidak bisa menghadap Tuhan dengan menggunakan rumus.
Orang natural mengejar berkat, tapi hukum supranatural itu uang bisa terbang kalau kita kejar. Kita tidak bisa memperlakukan Tuhan dengan cara kita berhadapan dengan setan atau dengan hukum yang ada. Tuhan itu adalah Seorang Pribadi. Ayub itu orang yang sangat benar, tapi Tuhan mau mengacak-acak hukum yang ada di kepala Ayub. Ketika Ayub otaknya "berantakan", yang dia alami itu bukan hukuman Tuhan, tapi itu cinta Tuhan. Tidak ada yang salah yang dilakukan Ayub, hanya saja hatinya yang tidak klik dengan Tuhan. Ayub itu bukan dilanda hukuman, tapi dia dilanda oleh cintanya Tuhan. Kitab Ayub itu adalah kitab tertua, bahkan sebelum hukum taurat dan kitab Kejadian ditulis oleh Musa.
Ayub 42:2-3
2: "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
3: Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
3: Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
Ketika Ayub sadar betapa dia tidak melakukan apapun di hadapan Tuhan, dia berkata seperti yang di ayat 2. Dari bahasa Ibrani, Ayub mengatakan itu semua bukan berdasarkan pengetahuan, teori yang dia tahu, tapi berdasarkan apa yang dia alami, berdasarkan pengertian yang dia dapat ketika dia mengalami semuanya itu. Dia sadar kalau dia itu hanya debu, kalau Tuhan mau "pencet" pun bisa, sehingga kalau masih ada sampai sekarang itu cuma karena anugrah Tuhan.
Ayub itu mirip seperti anak sulung. Kalau anak bungsu, dosanya itu secara gamblang terlihat. Lalu ketika anak sulung datang dan melihat pesta anak bungsu, anak sulung berkata kalau dia sudah melakukan semuanya dengan benar, tapi satu kambing domba saja tidak diberikan kepadanya. Lalu bapak itu menjawabnya dengan bijaksana, dan pada akhirnya kita tahu yang terhilang bukan anak bungsu, tali anak sulung. Tuhan pilih kita itu bukan karena kita sangat baik, tidak bercela, tapi Tuhan pilih kita ya karena pribadi kita, Dia sudah jatuh cinta kepada kita. Tuhan tidak mau ada anak yang terhilang, Dia punya cara untuk mengembalikan anak bungsu, dan juga anak sulung yang secara moralnya sangat baik. Tuhan mau agar kita tidak berdiri di hadapan Tuhan karena apa yang telah kita lakukan, bukan karena kebaikan kita, bukan apa yang karena kita perbuat tepat seperti yang Tuhan mau. Bukan karena kita layak, tapi karena ada hubungan di antara kita dengan Tuhan, dan inilah yang Tuhan mau.
Di dalam kasih karunia, kita tidak bisa lakukan semua dengan daging. Hubungan kita dengan roh Tuhan itu roh, yang membuat kita menjadi makhluk kekal adalah roh. Ketika kita selesai di dunia, kita akan kembali ke Tuhan di dalam kekekalan. Ketika Tuhan membentuk manusia, ada tubuh, ada jiwa, tapi ketika Tuhan tiup, seketika itu ada roh di dalam diri manusia. Roh itu adalah benih agape yang dari Tuhan yang ditanamkan ke setiap kita. Allah adalah kasih, dalam bahasa aslinya ditulis dengan kata ahava, dan itu terdiri dari 4 huruf. Aleph itu artinya Tuhan sendiri, kuasa Ilahi, hey dan vav 4: Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku itu artinya yang memberi, dan hey yang terakhir artinya adalah nafas. Ahava artinya Tuhan yang memberikan nafas. Agape itu sudah ditanamkan ke setiap kita untuk dipersembahkan kembali dan menjadi tali hubungan kita dengan Tuhan.
Kita harus lakukan semuanya karena cinta. Ketika kita bertanya kepada Tuhan, kita bertanya karena takut gagal, karena takut kena hukuman, karena takut merugi supaya untung. Untuk kita mengikut Tuhan dalam jangka waktu tertentu, tidak bisa yang seperti itu, motivasi seperti itu tidak bisa kita pertahankan. Bisakah kita bertanya kepada Tuhan semata-mata karena ingin menyenangkan Tuhan atau tidak? Motivasi kita akan diperhitungkan ketika kita kembali kepada Tuhan. Setiap bangunan yang kita bangun, itu ujungnya akan melalui api pengujian. Apakah yang kita lakukan karena tulus mau menyenangkan Tuhan, atau karena mau untung, takut rugi, dll. Di ayat selanjutnya, dikatakan orang itu memang tetap selamat, tapi akan mengalami kerugian yang sangat besar.
Tuhan mau kita menghadap Tuhan itu bukan dengan rumus, tapi hati dengan hati kepada Tuhan, karena Dia adalah pribadi.
Ayub 42:4
4: Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
Bukan hanya dari kata orang Ayub mengenal Tuhan. Dulu Ayub mendengar Tuhan karena dia mendengar suaraNya, tapi sekarang Tuhan membuat matanya Ayub melihat Tuhan. Ketika kita sudah bisa mendengar suara Tuhan, jangan bangga, karena Tuhan tidak mau cukup sampai di sana, tapi Tuhan mau agar kita memandangNya.
Ketika Yesus bertanya kepada Petrus, "apakah engkau mengasihi / agape Aku?". Lalu Petrus menjawab aku phileo kepada Kamu (Tuhan), dan di pertanyaan yang kedua juga sama seperti itu, tapi di pertanyaan ketiga, Tuhan bertanya "apakah engkau phileo Aku?", dan Petrus berkata Tuhan itu tahu kalau dia hanya phileo Tuhan Yesus. Ketika kita berkata agape kepada Tuhan, kita itu seperti diikat satu pinggang dengan Tuhan dan dibawa kemanapun Tuhan mau. Setelah Petrus menjawab yang ketiga kalinya, Tuhan Yesus berkata:
Yohanes 21:18-19
18: Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."
19: Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."
Yohanes 21:18-19
18: Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."
19: Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."
Dalam bahasa aslinya di situ diceritakan bagaimana Petrus "mati UNTUK memuliakan Tuhan", bukan "mati DAN memuliakan Tuhan". Lalu ketika Petrus bertanya tentang murid yang berkasih-kasih denganNya, Tuhan Yesus berkata:
Yohanes 21:22-23
22: Jawab Yesus: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku."
23: Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan: "Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu."
Dikatakan bahkan kalau Tuhan Yesus menghendaki supaya ia hidup sampai Tuhan datang, itu bukan urusan Petrus, dan sebagaimana kita tahu Yohanes memang hidup melintasi waktu bahkan hingga dia melihat Tuhan Yesus datang sehingga ia bisa menuliskannya di Kitab Wahyu.
Yohanes 21:22-23
22: Jawab Yesus: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku."
23: Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan: "Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu."
Dikatakan bahkan kalau Tuhan Yesus menghendaki supaya ia hidup sampai Tuhan datang, itu bukan urusan Petrus, dan sebagaimana kita tahu Yohanes memang hidup melintasi waktu bahkan hingga dia melihat Tuhan Yesus datang sehingga ia bisa menuliskannya di Kitab Wahyu.
Ketika kita mengerti tentang ini semua, kita akan mengerti ketika suatu saat nanti Tuhan bertanya apakah engkau mengasihi Tuhan, itu bukan semata-mata karena Tuhan membutuhkan cinta kita, tapi ktu sedang menjelaskan betapa Tuhan mencintai kita, dan kita butuh untuk mencintai Tuhan agar warisan itu bisa turun, agar ikatan dengan Tuhan itu bisa ada. Jalin hubungan masing-masing dengan Tuhan, kita jalani semua bukan karena kita layak, tapi karena Tuhan cinta kita. Sebelum hukum taurat dan bahkan perjanjian lama itu ada, Tuhan sudah menceritakan di kitab Ayub, kalau kita bisa berdiri di hadapan Tuhan itu karena kasih karunia, karena Dia sudah jatuh cinta dengan kita, karena kita anakNya.
- ALL BY HIS GRACE - TO GOD BE THE GLORY -
- ALL BY HIS GRACE - TO GOD BE THE GLORY -
0 komentar: